Demo di Indramayu ; Petani Tolak Jabon

2 komentar
Berita ini diangkat dari Kompas.com
INDRAMAYU, KOMPAS.com - Rencana Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu untuk menanam jabon di lahan hutan seluas 136 hektar di Desa Kroya, Kecamatan Kroya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ditentang sekitar 2.000 petani penggarap yang berunjuk rasa di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Indramayu.

Tuntutan mereka akhirnya dipenuhi Perhutani yang mengirimkan surat kepada Menteri Kehutanan, Rabu (18/1/2012).

Unjuk rasa yang dikoordinir Barisan Oposisi Rakyat (BOR) Indramayu itu menuntut Perhutani agar menanam kembali kayu putih di petak 12 dan 13, Desa Kroya. Sejak dua pekan lalu, kayu putih di lokasi itu ditebangi oleh petugas Perhutani dan diganti dengan jabon.

"Jika lahan itu ditanami jabon, kami akan sulit untuk menanami sela-sela lahannya dengan padi. Sebab, daun jabon yang rimbun akan menghalangi sinar matahari mengenai tanaman padi kami. Tanaman padi kami bisa gagal tumbuh. Selain itu, akar-akar jabon yang kuat dan besar juga membuat lahan sukar diolah menjadi sawah," kata Udin (35), petani penggarap dari Kroya.

Sekretaris Jenderal BOR Sahali mengatakan, petani penggarap banyak bergantung kepada hasil panen di kawasan hutan. Mereka menuntut lahan itu tetap ditanami kayu putih, sehingga petani tetap bisa menanaminya dengan padi . Selama bertahun-tahun mereka menggarap lahan itu.

"Mereka terbiasa dengan tanaman padi. Petani tidak bisa hidup jika hanya mengandalkan pada hasil penebangan jabon setiap enam tahun sekali," katanya.

Dalam spanduk-spanduk yang digelar di lokasi, pengunjuk rasa menolak perubahan tanaman dari kayu putih menjadi jabon. Massa dari tiga kecamatan, ya itu Kroya, Terisi, dan Gantar, juga me ndesak pemerintah menjalankan reforma agraria yang sejati.

Dua Tegakan
Administrator Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu Amas Wijaya mengatakan, penanaman jabon di petak 12 dan 13 adalah bagian dari program pemeliharaan tegakan di kawasan hutan. Sesuai aturannya, hutan di Indramayu ditanami dua tegakan, yakni kayu putih dan jati. Dari total 36.000 ha lahan hutan yang dikelola Perhutani, 6.000 ha di antaranya ditanami kayu putih.

"Semestinya 30.000 ha sisanya ditanami jati. Namun, sejak 1998 diduga ada alih fungsi lahan oleh warga, yakni dengan menanam padi di lahan yang semestinya ditanami jati. Beberapa ha di antara lahan jati itu diairi air sehingga becek dan jati-jati mati. Lalu, warga menanami lahan tersebut dengan padi," ungkap Amas.

Kini, Perhutani berencana menanam tegakan jati kembali. Namun, karena masa tebang jati yang relatif lama, yakni sampai 20 tahun, Perhutani mempertimbangkan jenis pohon lainnya yang produktif dan cepat ditebang. Pilihan jatuh pada jabon yang bisa ditebang dalam enam tahun.

Amas mengatakan, petani penggarap semestinya tak perlu khawatir tidak bisa menanami lahan jabon itu dengan padi. Pada dua tahun pertama, lahan itu tetap bisa ditanami padi. Pada tahun ketiga, keempat, dan kelima, petani penggarap bisa menanaminya dengan komoditas lain, semisal bawang merah atau padi gogo yang tahan kering. Pada tahun keenam, mereka bisa mengambil untung dari penebangan jabon, katanya.

Terkait dengan unjuk rasa petani penggarap di petak 12 dan 13 yang luasnya 136 ha, Amas mengaku tidak memiliki kewenangan untuk mengabulkan tuntutan mereka. Perhutani dan pimpinan daerah hanya bisa memfasilitasi tuntutan tersebut dengan mengirimkan surat kepada Menteri Kehutanan.

Isinya antara lain meminta menteri agar mengizinkan penanaman kayu putih di petak 12 dan 13. Petak tersebut berada di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sukaslamet II dan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Plosokerep, Indramayu.

"Lahan jati yang kini telanjur ditanami padi atau menjadi sawah agar tetap dibiarkan dan ditanami kayu putih. Namun, petani disyaratkan menjaga kayu putih itu," kata Amas.

Sahali mengatakan, Perhutani semestinya melibatkan masyarakat dalam pembicaraan mengenai penggantian tegakan di kawasan hutan. Sebab, perawatan pohon di hutan juga dilakukan masyarakat. Pengelolaan hutan di Indramayu jelas melibatkan hajat hidup orang banyak, terutama petani penggarap.

Sumber : Kompas.com
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts

2 komentar

Anonim mengatakan…
Kemana para LSM Lingkungan,... Apa sawah itu hutan ?
harusnya para mahasiwa dan LSM bukan hanya bisa demo tapi tunjukan anda semua bisa bersama-sama berperan mensejahterakan petani,.... ajak donk instansi2 terkait.... bukan hanya minta2 dukungan dengan memanfaatkan rakyat kecil.... apalagi katanya dimintai ongkos 15 rb per orang dan ditumpangi partai politik..... kasihan sekali petani kita
Petani di Indramayu blm merasa mendapatkan tempat di rumahnya sendiri,...tak perlu heran toh sekarang sudah mulai pencalonan :)