Asma al-Rijal (Mata Rantai Periwayat Hadits)

Posting Komentar

Rangkaian ujian yang  harus dilalui oleh perawi hadits sebelum dia diakui sebagai orang yang dipercaya untuk menyampaikan hadits merupakan hal yang unik dalam sejarah Islam. Setiap perawi hadits harus membuktikan bahwa :
1. Dia adalah orang yang dapat dipercaya, dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat.
2. Orang yang menyampaikan hadits kepadanya juga harus orang yang dapat dipercaya, dan diakui oleh semua orang dalam masyarakatnya bahwa dia memang dapat dipercaya;
3. Penyampai hadits sebelum penyampai yang kedua juga harus dapat dipercaya, demikian seterusnya.

Rangkaian ini harus sampai kembali kepada Rasulullah saw, sebagai sumber yang langsung didengar oleh penyampai terakhir (pertama dari Rasulullah saw) tanpa perantara. Jika suatu ketika dalam mata rantai periwayat ini ada perantara yang kejujurannya di ragukan, atau dalam banyak hal kurang dari 100 % suara, dia akan dicoret dan seluruh haditsnya ditolak. Dengan demikian, misalnya dalam 13 rangkaian periwayat, delapan atau Sembilan diantaranya bersifat lemah atau meragukan, orang tersebut akan ditolak dan sebagai konsekuensinya haditsnyapun ditolak pula.

Imam al-Bukhari telah berkelana ke seluruh Dunia Muslim untuk mencari referensi dan merunut jalur mata rantai perawi. Dia pernah berkelana menempuh tiga atau empat ratus mil untuk menjumpai perawi kedua atau ketiga. Ketika dia sampai di tempat yang dituju, orang yang dicarinya sendang sibuk mengejar seekor kuda. Orang itu mencoba mengiming-imingi kuda itu dengan sebuah ember seolah – olah ember itu penuh dengn makanan, padahal sebetulnya kosong. Imam al-Bukhari berlalu tanpa mengambil satu haditspun darinya. Beliau bertanggapan jika orang itu berani berbuat curang pada seekor kuda, dia pun dapat berlaku tidak juju pada hadits.

Dengan ketelitian dan kecermatan seperti inilah pengumpulan hadits diteruskan oleh sejumlah kecil cendekiawan yang berdedikasi dari seluruh Dunia Islam. Hasil pekerjaan mereka kemudian diterima dan dihormati sebagai kewenangan yang tidak dapat diperdebatkan dalam hal pengumpulan hadits. Bersama-sama dengan lima perawi lain (Muslim, at-Tirmidzi, An-Nasa’I, Ibnu Majah, dan Abu Dawud), Imam al-Bukhari dikenal sebagai “Sihah sittah’ atau otoritas ‘Enam Yang Benar’.

Para perawi atau penyampai hadits yang terdaftar dalam ‘mata rantai nama’ diperkirakan berjumlah sekitar 500.000 orang, yang tanggal lahir, silsilah keluarga, sejarah hidup, dan sumbangannya pada Islam dicatat di dalam buku hadits. Dari 500.000 ini, 85.000 di antaranya tercatat dalam buku – buku hadits yang paling terkenal. Kedelapan puluh lima ribu orang ini berkaitan langsung dengan penyampaian hal-hal yang dikatakan, dilakukan, dan disetujui Nabi saw untuk umatnya.

Kita patut merasa bangga dan istimewa karena memiliki riwayat hidup 50.000 orang yang berperan sedemikian penting dalam  menyampaikan apa yang harus disampaikan Nabi saw kepada umatnya. Itu sebabnya, seorang ahli sejarah dan ahli linguistic berkebangsaan Jerman, Dr. Springer, pada tahun 1854 menyatakan, “Di bumi ini tidak pernah ada suatu bangsa dan tidak akan pernah ada Negara seperti halnya Negara kaum Muslim, yang dikaruniai buku agung tentang ‘Asma al-Rijal’ yang membuat kaum Muslim terberkahi dengan 500.000 biografi abadi”. 

Sumber : Jejak – jejak Hadits ; hal 4 – 7 

Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar