Ilustrasi |
Banyak kalangan menilai tidak pro rakyat dengan naiknya harga BBM, saya bukan mau ikut - ikutan ribut tentang BBM. Toh, sekarang aja, setelah sabtu kemaren harga BBM naik, sekarng masyarakat jadi adem - adem aja. Aneh juga memang, saya sendiri ngga melihat sesuatu yang kontrofersia setelah kenaikan BBM.
Sebelumnya, saya isi motor saya cuma dengan Rp. 10ribu sudah full, mungkin sekarang harus nambah Rp.5rebu bisa baru full. Kemaren, masih ada ribut - ribut demo disana - sini, katanya negara ngga pro rakyat, tapi mereka suka ngeluh kalo negara banyak utangnya.
Haduh, memang dilema kalo udah ngomongin masyarakat dan negara. Saya saja yang berkecimpung dalam dunia organisasi yang tidak terlalu besar, suka kecewa dengan isi organisasinya. Hanya ingin menikmati hasilnya saja, tapi mereka kebanyakan tidak mau berkorban. Kenyataannya begitu, mungkin tidak beda jauh sama masyarakat kita, ingin enaknya saja, ingin menikmati hasilnya saja, ngga mau tau gimna repotnya ngurusin organisasi ini biar maju dan mapan anggotanya.
Apa yang sudah dikasih sama organisasi, yang nyatanya mereka sibuk dengan kesibukannya masing - masing tanpa harus menikmati proses perjalanan ini menuju tangga kesuksesan. Nah, ngomongnya jadi kemana - mana.
Kalo saya sendiri, ditanya tentang BBM naik gimana? ya ngga apa2, kalo negara itu yang minta sih, asalkan anggarannya digunakan buat kebijakan2 negara yang pro rakyat, mendukung pembangunan negeri ini, seperti itu yang Rasulullah ajarkan, saya mencintai negara saya sendiri.
Apa saja pertimbangan Negara meningkatkan harga BBM, alias mengurangi subsidi untuk BBM, :
1. harga BBM bersubsidi Rp 4.500 terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp 9.300. Harga BBM Indonesia juga termurah di kawasan ASEAN. Harga BBM Indonesia sangat murah jika dibandingkan misalnya dengan Vietnam (RON 92) Rp 15.553; Laos Rp 13.396; Kamboja Rp 13.298; dan Myanmar Rp 10.340.
2. Harga BBM fosil yang murah, menghambat munculnya energi alternatif. Bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO, tidak bisa bersaing. Bahan bakar alternatif seperti gas tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi
3. Sejak awal dekade 2000, Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak. Dengan importasi BBM dan minyak mentah yang mencapai lebih sepertiga dari kebutuhan nasional, harga BBM nasional sangat bergantung pada harga internasional
4. Subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan UU 30/2007 tentang Energi. Di dalam Pasal 7 Ayat (2) disebutkan bahwa subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Namun kenyataannya, subsidi BBM dinikmati lebih 70 persen oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi.
5. seperlima APBN telah tersedot untuk subsidi energi yang bersifat konsumtif. Hal ini membuat ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang menjadi terbatas.
Nah, masyarakat kita itu, kebanyakan masih belum bisa di atur. Ada yang mau beli mobil biar sama kayak tetangga, mobilnya bagus, tapi masih pake premium yang harganya murah. Motor2 keluaran baru juga kebanyakan di anjurkan di isi dengan pertamax, dan, lagi kebanyakan menggunakan premuim yang harganya murah.
Sumber : Kompas.com
Posting Komentar