Dokter: Jangan Makan Plasenta Bayi Anda

 
Foto : Netralnews
ImadAnalis. Konsumsi plasenta setelah melahirkan masih menjadi trend di kalangan pasangan selebriti, sebut saja Jason Biggs dan Jenny Mollen, serta Kim Kardashian yang memposting foto di Twitter tentang plasenta yang dikeringkan dan diekapsulasi.

Pendukung praktik yang disebut "placentophagy" mengklaim bahwa makan plasenta dapat membantu depresi pascamelahirkan, memperbaiki laktasi dan meningkatkan energi. Namun, tinjauan baru terhadap penelitian menemukan bahwa tidak ada manfaat kesehatan dari mengonsumsi plasenta.

Bahkan, tindakan itu berisiko bagi ibu yang tengah menyusui bayinya. Kajian tersebut dipublikasikan secara daring pada Agustus, di American Journal of Obstetrics & Gynecology, yang meneliti mengenai placentophagy, untuk menentukan apakah praktik tersebut pantas dilakukan.

Tim menemukan bahwa beberapa uji klinis yang telah mempelajari placentophagy, tidak bermanfaat pada praktiknya.

"Jangan makan plasenta bayi Anda. Tidak ada manfaatnya, dan ada potensi risiko," kata penulis studi senior Dr Amos Grünebaum, seorang profesor kebidanan dan ginekologi klinis di Weill Cornell Medical College, New York City, seperti dilansir dari laman Live Science, Minggu (15/10/2017).

Resiko ini meliputi infeksi virus dan bakteri baik untuk bayi menyusui maupun ibu, dan risiko menelan racun dan hormon yang terkumpul di plasenta selama kehamilan. Resiko ini hadir bahkan ketika plasenta telah dibekukan-dikeringkan dan dienkapsulasi, atau dipanggang. 

Tidak ada standar untuk memproses plasenta untuk konsumsi manusia di Amerika Serikat dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan untuk menghindari enkapsulasi plasenta karena tidak selalu menghilangkan patogen.

Sedangkan untuk memanggang plasenta, ia harus memenuhi persyaratan panas yang sama dari daging matang lainnya untuk menghilangkan infeksi, kata CDC.

"Steak bisa dimasak mentah, sedang atau sudah matang. Semakin mentah, semakin besar kemungkinan kontaminasi," kata Grünebaum.

Laporan CDC dari bulan Juni menyoroti risiko tidak memanaskan plasenta ke suhu yang cukup tinggi untuk membunuh bakteri. Dalam laporan tersebut, pejabat CDC menggambarkan sebuah kasus di mana bayi mendapat infeksi dari bakteri yang hadir hanya di kapsul plasenta induknya.

Setelah menyelidiki kapsul, CDC menyarankan bahwa ketika plasenta dienkapsulasi, tidak dipanaskan pada suhu yang cukup tinggi untuk cukup lama untuk membunuh bakteri. Untuk melakukannya, plasenta perlu dipanaskan sampai 130 derajat Fahrenheit selama lebih dari 2 jam, kata CDC.

Bahkan suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk membunuh virus seperti HIV, Zika dan hepatitis, menurut peninjauan.

Tetapi penelitian telah menemukan bahwa bahkan ketika plasenta dimasak cukup lama untuk menghilangkan virus atau bakteri, logam berat dan hormon dapat terakumulasi di plasenta, dan panas tidak akan berpengaruh pada senyawa tersebut, kata peninjauan tersebut.

Tak satu pun dari studi ini menemukan kadar toksin atau hormon yang berbahaya di plasenta, namun wanita yang mengonsumsi plasenta sering melaporkan sakit kepala, yang dapat disebabkan oleh logam berat yang disebut kadmium yang terbentuk di plasenta mereka, kata para penulis.

Di rumah sakit kebidanan Weill Cornell di mana Grünebaum membuka praktik, sekitar 1 dari 60 pasien bertanya tentang placentophagy, kata Grünebaum.

Menurutnya orang yang mendukung praktik tersebut memiliki motivasi finansial dan memanfaatkan fakta bahwa ibu berusaha melakukan yang terbaik untuk bayi mereka.

"Orang-orang yang mengatakan kepada wanita bahwa mereka harus makan plasenta menghasilkan uang dari itu," kata Grünebaum. Memang, penulis ulasan menemukan bahwa harganya antara US$ 200 dan US$ 400 untuk merangkum plasenta. (NetralNews)

Baca juga : 
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts