Sulit untuk menemukan dan membicarakan tentang kebenaran dan keadaan hati yang sebenarnya, ketika hati mulai memaksa taruhan antara teman dan keinginan hati, siapa yang layak untuk ditinggalkan. Akhirnya kebencian tersirat ketika keinginan hati dikalahkan untuk kepentingan ego sendiri.
Saya terjungkir meratapi kebodohan yang seharusnya tidak terjadi, melupakan bayangan – bayangan yang tersirat di cermin yang selalu membuat hatiku mengetuk – ngetuk apakah saya sadar ketika itu.
Tak ada lagi yang harus di ulang, tak ada lagi yang harus di bicarakan semua sudah terjadi. Tinggalah waktu kini mengikis semua kenangan yang tak mungkin dikenang selamanya, biarlah kini cerita hati membeku untukku.
Saya sudah tidak layak lagi menceritakan tentang kisah seorang gadis dalam cermin, mengusik kesendirianku agar saya sadar betapa bodohnya saya saat itu. Cermin yang kulihatmenyadarkanku, betapa habatnya teori Darwin? Namun saya membenci teori Darwin terebut, saya yang lemah mungkin saja bisa mengalahkan yang kuat?
Kini semua berjalan seiring waktu berdetak, memutar takdir yang sebenarnya. Jagnanlah seseorang mengembalikan ingatan terhadap dia, dia bukanlah segalanya? Cermin itu sudah tidak lagi di tanganku, namun ceritanya selalu ada untukku.
Ketika waktu telah mempertemukanku, dia berlari untuk tidak melihatku. Aku tertunduk malu, merenungi jalan hidupku sendiri. Gadis dalam cermin selalu berbicara tentang coretan misteri alam itu kini telah lenyap dalam pikiranku. Tidak ingin kembali ku ulangi kebodohan di masa lalu, biarlah dia menjadi teman dalam hidup, bukanlah hal yang special untuk perjalanan sisa hidupku,
Semoga catatan ini mempertegas pandanganku tentang seorang gadis yang ada dalam cerminku.
Saya terjungkir meratapi kebodohan yang seharusnya tidak terjadi, melupakan bayangan – bayangan yang tersirat di cermin yang selalu membuat hatiku mengetuk – ngetuk apakah saya sadar ketika itu.
Tak ada lagi yang harus di ulang, tak ada lagi yang harus di bicarakan semua sudah terjadi. Tinggalah waktu kini mengikis semua kenangan yang tak mungkin dikenang selamanya, biarlah kini cerita hati membeku untukku.
Saya sudah tidak layak lagi menceritakan tentang kisah seorang gadis dalam cermin, mengusik kesendirianku agar saya sadar betapa bodohnya saya saat itu. Cermin yang kulihatmenyadarkanku, betapa habatnya teori Darwin? Namun saya membenci teori Darwin terebut, saya yang lemah mungkin saja bisa mengalahkan yang kuat?
Kini semua berjalan seiring waktu berdetak, memutar takdir yang sebenarnya. Jagnanlah seseorang mengembalikan ingatan terhadap dia, dia bukanlah segalanya? Cermin itu sudah tidak lagi di tanganku, namun ceritanya selalu ada untukku.
Ketika waktu telah mempertemukanku, dia berlari untuk tidak melihatku. Aku tertunduk malu, merenungi jalan hidupku sendiri. Gadis dalam cermin selalu berbicara tentang coretan misteri alam itu kini telah lenyap dalam pikiranku. Tidak ingin kembali ku ulangi kebodohan di masa lalu, biarlah dia menjadi teman dalam hidup, bukanlah hal yang special untuk perjalanan sisa hidupku,
Semoga catatan ini mempertegas pandanganku tentang seorang gadis yang ada dalam cerminku.
Gambar : Pondok Sang Pemberontak
Posting Komentar