Film Dokumenter Camp 14 | http://www.dw.de/ |
Film Camp 14 - Total Control Zone merupakan sebuah film dokumenter, sebuah kisah nyata yang diangkat dari kekejian sebuah Camp tahanan di negara KOREA UTARA. Sebuah perjalanan hidup yang sangat miris kita baca dan lihat.
Sebagai manusia, perilaku yang di terapkan di camp tersebut sangat tidak manusiawi, tidak seperti ajaran Islam yang saya anut. Islam mengajarkan kelemah lembutan, tidakmengajarkan manusia berbuat keji, malahan mengajarkan kepada saling menghormati sesama, baik itu berbeda agama sekalipun.
Perbedaan idiologi pada sebuah negara memang sangat wajar, dikarenakan negara adalah sebuah kumpulan banyak manusia dengan keinginan yang berbeda. Jika di korea utara, negara bisa dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan dan tentara merupakan alat untuk mempertahankan pemerintahan, maka semua akan berubah menjadi sesuatu hal yang buruk.
Kesaksian Tahanan Politik Korea Utara
Lahir sebagai narapidana di sebuah kamp kerja paksa Korea Utara, Shin Dong Hyuk tak mungkin berpeluang bebas. Namun sejak melarikan diri, ia mengisahkan kepada dunia penderitaan puluhan ribu tahanan.
Shin Dong Hyuk |
Tidak hanya ingatan akan eksekusi publik seperti potong jari tahanan yang menjatuhkan mesin jahit, atau kelaparan, serta keputusasaan, Shin masih memiliki bekas luka fisik dari 24 tahun perlakuan semena-mena oleh para sipir sebelum berhasil kabur dari Camp 14, salah satu kamp sistem gulag Korea Utara.
Lengan-lengannya melengkung apabila direntangkan ke depan akibat jeratan tali dan siksaan di penjara. Di punggungnya terlihat jelas bekas luka bakar. Dalam biografinya, berjudul 'Escape from Camp 14: One man's remarkable odyssey from North Korea to Freedom in the West,' Shin meluapkan perasaannya berkembang dari binatang menjadi manusia sejak hidup di Korea Selatan.
Evolusi menjadi 'manusia'
"Menurut saya cukup pantas membandingkan situasi tahanan politik di Korea Utara dengan binatang," ucapnya dalam sebuah wawancara di Tokyo. "Hewan-hewan yang tinggal di kamp-kamp itu diperlakukan secara lebih baik daripada tahanan." Lahir November 1983 sebagai anak dari dua tahanan yang dipaksa nikah, Shin terpaksa kerja sejak usia 6 tahun dan dikirim ke tambang batubara umur 10 tahun.
Ia menceritakan bagaimana ia dibesarkan sehingga tidak peka terhadap konsep keluarga. Shin sendiri yang melaporkan ibu dan saudara lelakinya ke sipir begitu ia mengetahui keluarganya berencana kabur. Shin kemudian menghadiri eksekusi publik ayahnya.
"Saya tidak tahu-menahu situasi di luar pagar listrik, apalagi di luar Korea Utara, jadi saya tidak melarikan diri dengan niat mencari kebebasan," tuturnya. Baru setelah berbincang dengan seorang tahanan yang pernah pergi ke luar Korea Utara, Shin mulai tertarik dengan cara hidup orang lain, apa yang mereka makan, pakaian seperti apa yang dipakai.
'Saya berhasil, ia tidak'
"Saat saya mau kabur, yang saya pikirkan hanya hidangan yang layak, saya tidak peduli lagi apabila saya tertangkap dan dieksekusi," katanya. Rekan Shin tewas saat kabur akibat menyentuh pagar listrik, sehingga tubuhnya dapat dimanfaatkan Shin ketika memanjat menuju kebebasan. "Saya berhasil, ia tidak," menjadi penjelasan seorang lelaki yang berdekade lamanya menderita.
Setelah kabur, Shin mencuri seragam militer dan mencapai perbatasan dengan Cina. Ia berhasil menyeberangi Sungai Tumen menuju Cina, tempatnya bekerja sebagai buruh selama setahun. Akhirnya berhasil menjangkau Shanghai, ia berlindung di konsulat Korea Selatan sebelum diterbangkan ke Seoul. Sejak itu, Shin mendedikasikan waktunya dalam menceritakan kepada dunia mengenai kejahatan yang dilancarkan rezim brutal terhadap warga Korea Utara.
Sumber : http://www.dw.de/kesaksian-tahanan-politik-korea-utara/a-17392094
Posting Komentar