Virus Influensa | www.medicinenet.com |
Virus influenza cepat berkembang dalam bentuk yang beragam, sehingga sulit untuk mengembangkan vaksin pelindung terhadap mereka. Meskipun banyak studi telah dilakukan, namun para ilmuwan masih kebingungan dalam memprediksi evolusi mereka secara rinci selama beberapa dekade. Kini, berkat perbaikan dalam kemampuan mempelajari virus dan model matematika baru, antisipasi terhadap virus influenza berikutnya menjadi mungkin untuk dilakukan.
Kemampuan Melompat
Influenza menyajikan dua jenis tantangan evolusi, salah satunya adalah kemampuannya untuk melompat dari hewan ke manusia dan memicu pandemi global, misalnya flu babi yang menewaskan ribuan orang mulai dari Meksiko hingga ke China pada 2009.
Namun sebuah pandemi yang terjadi tidak selalu diakibatkan oleh 'lompatan' ini. Misalnya, terdapat laporan manusia yang terinfeksi flu burung H5N1, namun tidak menyebar secara massal. Para peneliti masih mencoba memahami alasan mengapa beberapa virus influenza tidak dapat menyebar, sementara yang lain justru sangat cepat menyebar.
Dari Tahun ke Tahun
Salah satu lompatan berhasil dibuat pada 1968 oleh subtipe yang disebut H3N2. H3N2 berkembang cukup cepat sehingga seluruh populasinya harus diganti setiap beberapa tahun. Ini mencontohkan jenis kedua dalam tantangan evolusi, yaitu: memprediksi.
Karena influenza merupakan penyebab utama kematian akibat pneumonia (radang paru-paru), sehingga memahami evolusi bentuk mereka lebih dari sekedar pelatihan akademis. Memprediksi bagaimana virus akan tersebar luas dalam kurun satu tahun ke depan adalah tantangan utama bagi komite seleksi vaksin virus dari WHO (World Health Organization – Organisasi Kesehatan Dunia). Komite ini melakukan pertemuan dua kali dalam setahun untuk meninjau bukti pada virus flu yang tengah menyebar dan memilih kandidat yang paling mungkin untuk musim flu berikutnya.
Masalahnya adalah, sulit untuk membangun sebuah kasus hanya berdasarkan sebuah contoh virus. Evolusi cepat influenza pada manusia sebagian didorong oleh perjuangan virus itu dalam bertahan hidup terhadap sistem kekebalan tubuh kita. Virus yang telah bermutasi memungkinkan mereka untuk melarikan diri dari antibody dan cenderung menyebar lebih cepat, sehingga meninggalkan jejak kekebalan yang membantu mendorong kepunahan bagi pendahulu mereka yang lebih lemah.
Lambat dan Membutuhkan Biaya
Untuk mengukur virus-virus yang berbeda dalam meloloskan diri dari sistem kekebalan, telah menjadi objek penelitian yang lambat dan mahal. Secara tradisional, musang digunakan sebagai subjek eksperimen, menginfeksinya dengan virus yang paling umum untuk melihat seberapa baik pengembangan antibody mereka bereaksi terhadap kandidat vaksin virus. Hasil penelitian itu kemudian dibandingkan dengan ukuran dari sampel manusia. Seringkali, beberapa virus menunjukkan sejumlah kemampuan untuk melarikan diri dari system kekebalan.
Selama lebih dari satu dekade, kelompok yang berbeda telah berusaha untuk menemukan jalan pintas genetik dalam memprediksi virus influenza yang akan berkembang. Para peneliti influenza telah lama mengetahui bahwa mutasi pada bagian-bagian tertentu dari viruslah yang cenderung menyebabkan mereka mampu lolos dari sistem kekebalan tubuh manusia. Namun di masa lalu, setiap kali sebuah pola vaksin telah diperoleh, virus tampaknya selalu berhasil memecahkannya.
Seiring waktu, bagaimanapun, pola ini secara bertahap menghasilkan tema yang berulang dalam evolusi: dampak dari mutasi sangat bergantung pada latar belakang genetik dimana itu terjadi. Untuk virus yang cepat berkembang seperti influenza, kemungkinan kombinasi mutasi dan latar belakang telah membuat prediksi tampak menjadi sebuah tugas yang menakutkan.
Sebuah Model Baru
Namun studi terbaru yang dipublikasikan di Nature menunjukkan bahwa dalam kasus H3N2, kita mungkin dapat memprediksi evolusi virus ini. Tim penulis penelitian tersebut, Marta Łuksza dan Michael Lässig, menunjukkan bahwa virus yang terkait dengan H3N2 di masa mendatang, yang dikenal sebagai clades, dapat diprediksi dengan model yang relatif sederhana.
Model ini hanya menganggap tiga jenis informasi ketika menilai masa depan clade, yaitu: mutasi pada area yang mengikat antibody (umumnya dianggap menguntungkan), mutasi pada area yang tidak mengikat antibodi (umumnya dianggap berbahaya), dan frekuensi terbaru dari clade dan para clade yang bersaing. Hal paling utama, penulis menunjukkan model yang dapat digunakan untuk memprediksi frekuensi virus pada skala waktu yang berguna untuk membuat vaksin. Hal ini sangat dapat meningkatkan efektivitas serangan vaksin terhadap virus fl u.
Selain kemampuannya untuk memilih bentuk virus, model ini juga mengungkapkan informasi penting tentang bagaimana cara virus infl uenza berkembang. Penelitian ini juga memberikan kontribusi bukti untuk gagasan bahwa virus yang muncul dari Asia cenderung lebih sukses. Mengapa hal ini terjadi, dan apakah tren akan terus berlanjut, adalah pertanyaan yang belum dapat terjawab. Pada akhirnya, model tersebut mengungkapkan bahwa seiring perkembangannya, infl uenza mengikuti jalan sempit di antara mutasi yang menguntungkan untuk melarikan diri dan kekebalan yang berbahaya dalam memengaruhi stabilitas fungsional.
Bagaimana kita mengetahui bahwa virus tidak akan memecahkan pola dari model ini juga?
Di satu sisi, kita memang masih tidak mengetahui, akan tetapi penulis mengambil langkah untuk menunjukkan bahwa model mereka menciptakan keseimbangan antara kompleksitas dan daya prediksi. Ini memberi harapan bagi tantangan evolusioner lainnya, seperti memprediksi apakah H5N1 atau H7N9 bisa menghasilkan virus jenis baru, yang seharusnya sudah bisa dipecahkan juga. (Oscar/rahab)
Sumber : http://www.erabaru.net/headline/7164-ilmuwan-diharapkan-mampu-memprediksi-virus-flu-berikutnya
Posting Komentar