Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian | Jatisunda

Posting Komentar
Keropak | http://www.wacananusantara.org/

Sumber hukum dari Kerajaan Pajajaran adalah Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian  dan Séwaka Darma yang merupakan ajaran  berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para leluhur serta disampaikan secara lisan dan tulisan  (menggunakan daun lontar, nipah, enau, kelapa, serta peso pangot, kalam, dan tinta sebagai alat tulisnya) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian aslinya ditulis pada bulan 3 tahun 1440 Saka (tahun 1518 Masehi). Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian terdaftar sebagai MSB (Manuscript Soenda B) dengan nomor kropak 630 pada Museum Nasional di Jakarta hasil sumbangan dari pemilik lamanya, yaitu R. Saleh. Dari kedua naskah tersebut tampak  bahwa Bahasa Sunda (Kuno) telah digunakan di Kerajaan Pajajaran. Bahasa tersebut terlihat banyak dimasuki oleh  kosakata dan pengaruh dari struktur Bahasa Sanskerta (India).

Kerajaan Sunda menempatkan hukum-hukum tersebut pada kedudukan sangat penting dan memandangnya sebagai faktor yang menentukan maju mundurnya keadaan negara dan masyarakat. Orang-orang yang ingat kepada Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian, berpegang teguh kepada ajaran mereka yang lebih tua, mengetahui peraturan, mengukuhkan kata-kata sentosa dikatakan sebagai manusia yang muncul dari kesucian tanah atau nirmala ning lemah.

Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian membicarakan perbuatan-perbuatan manusia yang salah, yaitu catur buta (empat hal yang mengerikan), antara lain burangkak, marende, mariris dan wirang. Orang yang semasa hidupnya berkelakuan burangkak, yaitu ketus, tak mau menyapa sesamanya, bicara sambil marah dan membentak, bicara sambil membelalak, bicara kasar dengan nada menghina, buruk kelakuan, berhati panas diibaratkan sebagai raksaksa durgi durga kala (buta / mahluk-mahluk yang menghuni mala ning lemah).

Salah satu ajaran dari Sanghiyang Siksa Kanda ng Karesian tertulis dalam bentuk prosa pada Kropak 630 di bawah ini :
Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu
“Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa”.

Kemudian, beberapa petuah lain yang tertulis dalam Sanghiyang Siksa Kanda ng  Karesian adalah :

Eta kehna kanyahokeuneun, di tuhuna di yogyana, aya ma nu majar mo nyaho, eta nu mo satya di guna di maneh, mo teuing di carek dewata urang. Tan awurung inanti dening kawah, lamun guna mo dipiguna, lamun twah mo dipitwah, sahinga ning guna kreta, kena itu tangtu hyang tangtu dewata.
“Itu semua yang patut diketahui, tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu, itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya; mengabaikan ajaran leluhur kita, pasti ditunggu oleh neraka; bila keahlian tidak dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan, karena semua itu ketentuan dari hyang dan dewata”.

Sumber : http://www.westjavakingdom.info/2011/07/kerajaan-pajajaran.html
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar