Imunohemtologi adalah yang mempelajari serologi, genetik, biokimiawi, dan molekuler antigen yang berhubungan dengan struktur membran sel-sel darah, selain itu juga meliputi kandungan dan reaksi darah keseluruhan. Dalam ilmu yang terintegrasi ini, seorang ahli imunohematologi diharapkan dapat melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium serologi, mengevaluasi dan menginterpretasi reaksi yang terjadi, serta dapat memilih pemeriksaan lanjutan guna membantu dalam mempelajari patogenesis, diagnosis, pencegahan, serta manajemen proses imunologis yang berhubungan dengan transfusi, kehamilan, serta translantasi organ. Karena cabang ilmu ini terkait sangat erat dengan imunologi, sebelumnya harus diketahui dahulu dasar - dasar imunologi.
DASAR - DASAR IMUNOLOGI DAN APLIKASINYA DALAM TRANSFUSI DARAH
SISTEM IMUN
Sistem imun meruakan kompilasi dari kerjasama yang terintegrasi antar sel, jaringan, organ, barier mekanik dan molekul - molekul yang disekresikan. Fungsi dari sistem imun adalah :
- Mencegah masuknya agen infeksi
- Menghilangkan agen infeksi yang berhasil masuk ke dalam tubuh, untuk mencegah penyakit sistemik.
Sistem imun sering dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sistem imun alami (innate immunity) dan sistem imun didapat (acquired immunity).
Imunitas alami (natural) bersifat tidak spesifik, yang merupakan pertahanan pertama yang akan menghalangi masuknya patogen. Imunitas alami ini meliputi : kulit, mukosa, flora normal, sekret kimia (air mata, saliva), yang akan membentuk lingkungan yang tidak menyenangkan bagi patogen. Jadi, tantangan utama bagi patogen adalah "masuk kedalam tubuh host". Dalam respon imun alamiah untuk menghasilkan respon inflamasi. Respons inflamasi ini ditandai dengan : vasodilatasi, edema dan migrasi sel - sel fagosit (netrofil) dari pembuluh darah ke tempat infeksi. Respon imun alamiah tidak mempunyai memori.
Kalau patogen dapat melewati respons imun alamiah, maka respons imun adaptif (didapat) akan bekerja. Sel - sel dalam respons imun adaptif mempunyai kemampuan mengenal patogen, dan bila terjadi paparan berulang dengan patogen yang sama, respons imun yang terjadi akan lebih berat. Respons imun adaptif melibatkan limfosit, yang mempunyai reseptor - reseptor yang mampu membedakan berbagai konfigurasi molekul patogen.
Antibodi merupakan hasil dari sitem imun adaptif, dan sangat spesifik terhadap patogen atau sel - sel darah yang ditransfusikan. Sistem imun adaptif ini bekerja untuk melengkapi sistem imun alamiah, agar daapt dihasilkan respons total yang efektif.
Sel dan mediator yang berperan dalam sistem imun adalah sebagai berikut :
1. FAGOSIT
Sel - sel fagosit mampu berikatan dengan partikel besar seperti bakteri atau eritrosit, yang selanjutnya akan di internalisasi sel fagosit adalah monosit (di jaringan disebut makrofag) dan netrofil PMN. Netrofil berada di dalam peredaran darah, dan akan migrasi ke jaringan tempat infeksi bila ada mediator inflamasi. Sebagai respons terhadap infeksi, sumsum tulang akan melepaskan lebih banyak netrofil ke darah tepi. Netrofil mengandung enzim litik dan bakterisidal dalam granulnya, yang membuat mereka dapat mencerna dan menghancurkan sel - sel yang telah di internalisasi secara efektif. Enzim litik ini akan dikeluarkan juga dari sel netrofil sehingga dapat merusak jaringan disekitar tempat masuknya patogen.
2. LIMFOSIT
Respons imun adaptif tergantung pada limfosit, terutama sel T dan sel B. Sel T umumnya melawan patogen intraseluler, sedangkan sel B mengenali dan membersihkan material ekstraseluler. Aktivitas sel T sering dikenal sebagai imunitas seluler, sedangkan aktivitas sel B sebgai imunitas humoral. Sel - sel ini tidak bekerja sendiri - sendiri, melainkan secara bersama - sama dibantu oleh fagosit.
Sel - sel sistem imun dihasilkan dari sel punca yang sama yang berasal dari sumsum tulang. Untuk pematangannya sel B tetap di dalam sumsum tulang sedangkan sel T bermigrasi dan mengalami pematangan di timus. Pada proses pematangannya sel B dan sel T akan melalui fase naive lymphocyte, yaitu limfosit yang belum dapat berikatan dengan antigen yang sesuai dengan reseptornya. Limfosit naif ini sudah mengekspresikan reseptor antigen yang diperlukan untuk respons imun didapat.
3. SITOKIN DAN MOLEKUL PENGATUR RESPONS IMUN (IMMUNOREGULATORY MOLECULES).
Sitokin adalah molekul protein yang larut atau peptida yang berfungsi sebagai mediator yang kuat dari respons imun. Terdapat dua tipe utama sitokin, yaitu : lumphokines, yang diproduksi oleh limfosit, dan monokines, yang diproduksi oleh monosit, sedangkan monokines, yang diproduksi oleh monosit dan makrofag. Fungsi sitokin antara lain adalah mengatur pertumbuhan, pergerakan dan diferensiasi leukosit. Sitokin dapat berekasi sendiri atau bersama - sama dengan sitokin yang lain. Sitokin dapat berefek segera pada tempat ia dikeluarkan, atau pada tempat yang jauh.
Kelas utama sitokin termasuk interleukin (IL), interferon (IFN), tuomor necrosis factor (TNF), dan colony stimulating factor (CSF), dan masing - masing kelas ini memiliki banyak anggota.
Sitokin bekerja melalui ikatannya dengan reseptor spesifik pada sel target. Ketika sitokin beriaktan dengan reseptor pada sel, jumlah reseptor sering menjadi meningkat karena sel menjadi terangsang. Sinyal seluler jalur internal menjadi aktif. Sel tidak lagi dalam keadaan istirahat, dan memiliki fungsinya yang baru. Sinyal awal transformasi ini mungkin merupakan pengikatan antigen. Contoh : IL-2, sitokin penting untuk fungsi limfosit memerlukan sinyal awal untuk menjadi antigen presented melalui APC ke sel T; sehingga produski dan respons reseptor IL-2 dimaksimalkan oleh sel T yang teraktivasi oleh antigen.
Setelah sitokin terikat, baik sitokin maupun reseptor akan diinternalisasi, yang akan menginduksi sel target untuk tumbuh dan berdiferensiasi. Sel yang terdiferensiasi ini memiliki fungsi khusus misalnya mensekresi antibodi atau memproduksi enzim. Sel - sel imun atau sel lain dari antiviral, antiproliferasi, dan imunomodulasi. Secara khas, sitokin berkomunikasi antar sel melalui plasma.
Chemokines adalah molekul attractant yang berinteraksi antar sel, imunolgobulin dan protein komplemen, dan penting dalam penghancuran patogen, kinin dan faktor pembekuan. Protein fase akut dan protein fibrinolitik berperan dalam inflamasi, proses yang menarik sel - sel yang dibutuhkan ke lokasi kerusakan dan memodivikasi sistem vaskuler. Beberapa sitokin dapat bersifat immunosuppressive. Salah satu chemokin penting dalam bank darah adalah antigen grup Duffy yang terdapat pada eritrosit. Tidak adanya antigen ini dapat mencegah infeksi malaria tertentu. Chemokine lain yang penting adalah CCR5 yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi HIV-1.
NB :
Lanjutan Tulisan ini adalah bagian ke empat dari sistem imun, yaitu SISTEM KOMPLEMEN, yang akan di muat dalam artikel selanjutnya.
Sumber :
Divisi Hematologi Klinik UNPAD. 2016. Dasar - Dasar Transfusi Darah. Hal 1 - 3, Unpad ; Bandung
Posting Komentar