http://www.cnnindonesia.com |
Sejak awal kelahiran, bayi di Indonesia wajib diberikan vaksinasi Hepatitis B-1 dan Polio -0. Ini hanya perkenalan, karena dalam beberapa fase usianya, bayi kembali bersentuhan dengan vaksin.
Di Indonesia sendiri ada lima vaksin yang wajib diterima, yaitu hepatitis B, BCG, polio, MMR, DTP. Selain vaksin yang wajib, ada juga jenis vaksin yang dianjurkan untuk diambil yaitu influenza, pneumokokus, HPV, Varicella, dan Hepatitis A.
Bukan cuma anak kecil yang butuh vaksinasi, tapi sebenarnya orang dewasa juga.
Di Indonesia sendiri ada lima vaksin yang wajib diterima, yaitu hepatitis B, BCG, polio, MMR, DTP. Selain vaksin yang wajib, ada juga jenis vaksin yang dianjurkan untuk diambil yaitu influenza, pneumokokus, HPV, Varicella, dan Hepatitis A.
Bukan cuma anak kecil yang butuh vaksinasi, tapi sebenarnya orang dewasa juga.
Apa sebenarnya vaksinasi? Secara harafiah, vaksinasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit. Vaksinasi sendiri berasal dari bahasa latin, vacca. Vacca berarti sapi. Pemberian nama ini disebabkan karena vaksin pertama berasal dari virus yang menginfeksi sapi.
Vaksinasi merupakan salah satu bagian dari imunisasi. Dalam vaksinasi, ada vaksin atau virus yang sudah dilemahkan dimasukkan dalam tubuh, salah satunya lewat suntikan. Imunisasi sendiri, termasuk vaksinasi sudah dilakukan di Indonesia sejak 1956.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005, program imunisasi lengkap ini mencakup satu kali vaksinasi BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali campak.
Namun berdasar data Riskesdas 2013, tidak semua bayi mendapatkan imunisasi lengkap. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah bayi dan balita (12-23 bulan) yang diimunisasi lengkap pada 2007 berjumlah 41,6 persen, kemudian meningkat jadi 53,8 persen pada 2010, dan 59,2 persen pada 2013.
Riskesdas juga menunjukkan bahwa persentase vaksinasi tertinggi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya adalah BCG (87,6 persen) dan terendah adalah DPT-HB3 (75,6 persen).
Hal ini sebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penyebaran vaksin yang belum merata. Provinsi DI Yogyakarta memiliki cakupan imunisasi tertinggi untuk jenis imunisasi dasar HB-0 (98,4 persen), BCG (98,9 persen), dan DPT-HB (95,1 persen), seta campak (98,1 persen). Sedangkan vaksinasi polio 4 tertinggi dimiliki oleh provinsi Gorontalo (95,8 persen).
Wilayah Papua ternyata memiliki cakupan vaksinasi terendah. Untuk HB-0 (45,7 persen), BCG (59,4 persen), DPT-HB 3 (75,6 persen), polio 4 (48,8 persen), dan campak (56,8 persen).
Selain belum adanya peredaran vaksin yang merata, orangtua sendiri seringkali menjadi sumber masalah bayi dan balita tak mendapat imunisasi. Hingga 2013, ada 8,7 persen anak-anak yang tak pernah dimunisasi.
Beragam alasan pun dikemukakan, orang tua beralasan bahwa mereka takut si anak akan lebih sering sakit dan demam. Selain itu alasan lainnya seperti keluarga tak mengizinkan, tempat imunisasi yang jauh serta kesibukan orang tua.
Keengganan mereka untuk melakukan imunisasi anak pun makin meningkat akibat maraknya vaksin palsu.
Adanya kasus ini membuat orang tua merasa ketakutan dan enggan memberikan vaksinasi pada anak-anaknya. Ketakutan ini bukannya tak beralasan, vaksin yang dipalsukan ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan berbagai penyakit pada anak-anak.
Dokter spesialis anak Kusnandi Rusmil mengimbau, para orang tua agar tak khawatir memberikan vaksin bagi anak mereka. Beredarnya vaksin palsu di sejumlah rumah sakit dinilai tidak akan memberikan dampak bagi si anak.
"Hanya saja, tujuan imunisasinya jadi tidak tercapai. Jadi, kalau sudah telanjur, lebih baik divaksin ulang saja," terang Kusnandi di Gedung Bio Farma, Bandung, Jumat (15/7).
Vaksinasi merupakan salah satu bagian dari imunisasi. Dalam vaksinasi, ada vaksin atau virus yang sudah dilemahkan dimasukkan dalam tubuh, salah satunya lewat suntikan. Imunisasi sendiri, termasuk vaksinasi sudah dilakukan di Indonesia sejak 1956.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1611/MENKES/SK/XI/2005, program imunisasi lengkap ini mencakup satu kali vaksinasi BCG, tiga kali DPT-HB, empat kali polio, dan satu kali campak.
Namun berdasar data Riskesdas 2013, tidak semua bayi mendapatkan imunisasi lengkap. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah bayi dan balita (12-23 bulan) yang diimunisasi lengkap pada 2007 berjumlah 41,6 persen, kemudian meningkat jadi 53,8 persen pada 2010, dan 59,2 persen pada 2013.
Riskesdas juga menunjukkan bahwa persentase vaksinasi tertinggi yang dilakukan orang tua terhadap anaknya adalah BCG (87,6 persen) dan terendah adalah DPT-HB3 (75,6 persen).
Hal ini sebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penyebaran vaksin yang belum merata. Provinsi DI Yogyakarta memiliki cakupan imunisasi tertinggi untuk jenis imunisasi dasar HB-0 (98,4 persen), BCG (98,9 persen), dan DPT-HB (95,1 persen), seta campak (98,1 persen). Sedangkan vaksinasi polio 4 tertinggi dimiliki oleh provinsi Gorontalo (95,8 persen).
Wilayah Papua ternyata memiliki cakupan vaksinasi terendah. Untuk HB-0 (45,7 persen), BCG (59,4 persen), DPT-HB 3 (75,6 persen), polio 4 (48,8 persen), dan campak (56,8 persen).
Selain belum adanya peredaran vaksin yang merata, orangtua sendiri seringkali menjadi sumber masalah bayi dan balita tak mendapat imunisasi. Hingga 2013, ada 8,7 persen anak-anak yang tak pernah dimunisasi.
Beragam alasan pun dikemukakan, orang tua beralasan bahwa mereka takut si anak akan lebih sering sakit dan demam. Selain itu alasan lainnya seperti keluarga tak mengizinkan, tempat imunisasi yang jauh serta kesibukan orang tua.
Keengganan mereka untuk melakukan imunisasi anak pun makin meningkat akibat maraknya vaksin palsu.
Adanya kasus ini membuat orang tua merasa ketakutan dan enggan memberikan vaksinasi pada anak-anaknya. Ketakutan ini bukannya tak beralasan, vaksin yang dipalsukan ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan berbagai penyakit pada anak-anak.
Dokter spesialis anak Kusnandi Rusmil mengimbau, para orang tua agar tak khawatir memberikan vaksin bagi anak mereka. Beredarnya vaksin palsu di sejumlah rumah sakit dinilai tidak akan memberikan dampak bagi si anak.
"Hanya saja, tujuan imunisasinya jadi tidak tercapai. Jadi, kalau sudah telanjur, lebih baik divaksin ulang saja," terang Kusnandi di Gedung Bio Farma, Bandung, Jumat (15/7).
Sumber :
CNN Indonesia. 2016. Penyebaran Vaksin di Indonesia Belum Merata. Diakses tanggal 27 Agustus 2016. Link ; http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160826133440-255-154000/penyebaran-vaksin-di-indonesia-belum-merata/
Posting Komentar