Halitosis adalah bau nafas yang tidak sedap. Halitosis merupakan hasil dari fermentasi anaerobik partikel makanan oleh bakteri gram negatif di dalam mulut yang menghasilkan senyawa belerang seperti hidrogen sulfida dan merkaptan metil.
Puasa Ramadan dapat menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas kesehatan keseluruhan bagi yang menunaikannya.
Berpuasa dalam jangka waktu yang panjang, yaitu 13- 18 jam per harinya dalam 1 bulan penuh memang dapat membawa perubahan terhadap tubuh, namun tidak jarang juga bisa menimbulkan masalah kesehatan.
Puasa Ramadan dapat menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas kesehatan keseluruhan bagi yang menunaikannya.
Berpuasa dalam jangka waktu yang panjang, yaitu 13- 18 jam per harinya dalam 1 bulan penuh memang dapat membawa perubahan terhadap tubuh, namun tidak jarang juga bisa menimbulkan masalah kesehatan.
Masalah kesehatan yang kerap muncul antara lain masalah gigi dan mulut. Namun demikian, jika dipersiapkan dengan baik, maka puasa justru menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
Drg. Felicia Melati, SpKGA mengatakan, selama menjalankan ibadah puasa, masalah bau mulut (halitosis) seringkali menimbulkan ketidaknyamanan dan hambatan dalam pergaulan sehari-hari.
“Saat berpuasa, rongga mulut akan lebih kering dari biasanya karena tidak ada makanan yang dikunyah selama sehari penuh sehingga produksi saliva berkurang. Hal tersebut menyebabkan bakteri anaerob penghasil belerang berkembang biak terutama pada kondisi oral hygiene buruk,” ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, pekan lalu.
Ia menjelaskan, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi halitosis selama puasa. Paling utama adalah menjaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi dan lidah dengan benar dan teratur setidaknya 2x sehari, saat sahur dan sebelum tidur di malam hari.
“Berkumur dengan benar saat wudhu dapat mengatasi kondisi mulut yang cenderung kering sehingga hal tersebut membantu menurunkan risiko halitosis. Memperbanyak konsumsi sayur dan buah serta minumlah air putih yang banyak saat sahur dan berbuka sehingga saat puasa tubuh tidak dehidrasi,” ucap Felicia.
Sebagian besar kasus asal halitosis adalah dari mulut yang dapat disebabkan karena kebersihan gigi dan mulut yang rendah, tambalan rempil, karang gigi, penyakit mulut dan coated tongue.
Bakteri biasanya terdapat di gingiva atau periodontal, terutama ketika terjadi ulserasi atau nekrosis. Organisme penyebab berada dalam kantong-kantong periodontal di sekitar gigi. Pada pasien dengan jaringan periodontal yang sehat, bakteri ini dapat tinggal di lidah posterior dorsal. Selain itu, bakteri juga banyak terdapat di lidah bagian belakang.
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan berlebih dari bakteri penyebab halitosis termasuk penurunan aliran saliva seperti saat sedang berpuasa. Di mana hal tersebut terjadi disaat kita berpuasa.
“Saat puasa kita tidak makan dan minum sehingga tidak ada stimulus yang merangsang produksi saliva. Selain itu biasanya saat puasa intake cairan kitapun kurang sehingga produksi saliva juga menurun. Berkurangnya saliva akan menggangu keseimbangan jumlah bakteri dan memicu timbulnya halitosis,” tutur Felicia.
Selain itu, banyak orang yang merasa sudah menyikat gigi dengan benar namun memiliki halitosis. Jadi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi ulang teknik menggosok gigi dengan melakukan konsultasi ke dokter gigi.
Kemampuan menggosok gigi dapat dievaluasi dengan menggunakan disclosing agent yaitu bahan pewarna yang akan melekat pada plak gigi. Jika kemampuan menggosok gigi dengan benar, maka pewarnaan yang terjadi sangat minim atau tidak ada.
“Hal-hal yang dapat dilakukan sebelum puasa untuk menghindari halitosis diantaranya scaling untuk membersihkan dan menghilangkan karang gigi, penambalan ataupun perawatan saraf gigi untuk mengatasi karies atau gigi berlubang, pencabutan atau ekstraksi untuk gigi berlubang yang sudah tidak memungkinkan dilakukan perawatan,” tuturnya.
Tentang kekhawatiran jika perawatan gigi dapat membatalkan puasa, Felicia menerangkan, perawatan dapat dilakukan setelah berbuka puasa. Namun jika suatu tindakan bersifat darurat di mana pasien perlu mengonsumsi obat untuk menahan rasa nyeri yang hebat maka terpaksa puasanya dibatalkan.
“Karena itu ke dokter gigi sebelum puasa penting untuk menghindari munculnya masalah dental selama Ramadan,” tukasnya. (Koran Jakarta)
Tentang kekhawatiran jika perawatan gigi dapat membatalkan puasa, Felicia menerangkan, perawatan dapat dilakukan setelah berbuka puasa. Namun jika suatu tindakan bersifat darurat di mana pasien perlu mengonsumsi obat untuk menahan rasa nyeri yang hebat maka terpaksa puasanya dibatalkan.
“Karena itu ke dokter gigi sebelum puasa penting untuk menghindari munculnya masalah dental selama Ramadan,” tukasnya. (Koran Jakarta)
Posting Komentar