TIPS SEHAT : Obat Off Label & Unlicenced

Posting Komentar


Perkembangan penggunaan obat pada anak masih jauh tertinggal dibandingkan pada orang dewasa. Tidak banyak industry farmasi yang berani melakukan riset dan uji klinis pada anak lantaran beberapa hal :

  • Pangsa pasar pengguna obat anak – anak sangat kecil.
  • Besarnya variasi perumusan/formulasi dosis obat pada anak.
  • Sulitnya menciptakan formulasi bentuk sediaan obat yang cocok bagi anak sesuai dengan umur dan berat badannya.
  • Sulitnya penerimaan obat oleh anak akibat rasa obat yang pahit dan lain sebagainya.

Dalam beberapa kondisi, dimana tidak tersedia obat dengan perumusan dosis yang sesuai untuk anak, pengguna obat off label  dan unlicence sering terjadi.
Obat – obatan off label (diluar laber) yaitu obat – obatan yang tidak mempunyai kemasan formulasi dosis yang cocok untuk anak, baik dalam sediaan sirop maupun suspense. Lantaran itu, dokter meresepkan obat jadi (baik dalam bentuk kapsul maupun tablet) menjadi bentuk bubuk/puyer. Ini dilakukan untuk memperoleh formulasi dosis yang sesuai dengan anak. Contoh, obat Amoxylin 500 g seperti tertera pada labelnya dari pabrik obat. Tentunya, untuk anak, dosisnya tidak sebanyak itu, sehingga obat tersebut harus di bagi – bagi/dipotong, digerus lalu diberi air menjadi bentuk puyer.

Sementara oabt – obatan unlicenced adalah obat – obatan yang penggunaannya tidak diindikasikan bagi anak. Pada label kemasan biasanya akan ada peringatan, seperti keamanan pemakaian pada anak belum dijamin, pemakaian pada anak tidak dianjurkan, keamanan penggunaan pada anak belum diketahui, dan sebagainya. Namun, pada kasus-kasus tertentu obat ini diberikan pada pasien cilik. Contoh obat Ciprofloxacine sebenarnya tidak disarankan bagi anak, tetapi pada kasus tertentu, seperti pasien yang resisten pada segala obat kecuali obat tersebut, Ciprofloxacine dapat diberikan.

Peresepan off label drug maupun unlicensed drug masih sering dilakukan para dokter, tidak hanya didalam negeri, juga dimancanegara. Tindakan ini tidak serta-merta dikategorikan sebagai peristiwa malpraktik. Hanya saja bentuk sediaan obatnya harus dipertimbangkan secara cermat. Pemilihan obat juga harus tepat, berdasarkan kajian berbasis bukti terhadap efektivitas, keamanan, kenyamanan atau kecocokan obat, dan harga obat yang terjangkau, seperti dalam prinsip setiap proses pengobatan.

Sumber : Nakita-No. 652/Th.XIII/26 september – 2 Oktober 2011| Hal : 7 
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar