Bahan Jamu | http://www.sinarharapan.co |
JAKARTA - Jamu sudah dimanfaatkan sejak ratusan bahkan ribuan tahun silam. Masyarakat Indonesia mulai mengenal ilmu meracik dan minum jamu sekitar abad ke-5. Jamu sebagai ramuan khas Indonesia berpotensi menjadi obat herbal yang mampu bersaing di Indonesia dan mancanegara.
“Ada banyak alasan yang melatarbelakangi pengembangan jamu dalam skala besar. Yang paling utama adalah masyarakat kini nyata menggunakan dan merasakan manfaat jamu,” ujar Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), dalam keterangan yang diterima SH, Minggu (16/8).
Tjandra mengungkapkan, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 silam, sebanyak 56,9 persen masyarakat pernah meminum jamu dan merasakan manfaatnya. Hal tersebut karena masyarakat pada umumnya sudah mengakui keandalan jamu, khususnya dari berbagai pengalaman pemakaian diri mereka dan orang tua, serta melihat bukti empiris.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan, sekitar 30,4 persen rumah tangga telah memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dalam satu tahun terakhir.
Tjandra mengungkapkan, dalam upaya mendukung peningkatan potensi jamu, pemerintah telah mengeluarkan UU Kesehatan yaitu, UU No 36/2009 dan pasal 48 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan. Selain itu, ada juga pasal 101 tentang sumber obat tradisional yang sudah terbukti khasiatnya dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, pemeliharaan kesehatan harus tetap dijaga kelestariannya.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki keuntungan besar dalam dunia flora karena memiliki kekayaan jenis flora. Terdapat 1400 spesies tanaman obat yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional.
Indonesia memiliki lahan penanaman yang luas sehingga bahan baku pembuatan obat tradisional dapat dipasok dengan baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengwasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Tengku Bahdar Johan Hamid, pada Workshop Peluang Usaha Obat Tradisional untuk UMKM, Jumat (14/8).
“Jumlah penduduk ASEAN hampir 600 juta orang. Perputaran produk obat tradisional di ASEAN cukup tinggi. Obat tradisional ini akan terus berkembang secara global seiring dengan adanya tren “Back To Nature Concept”,” ungkap Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP-Jamu), Thomas Hartono.
Pabrik yang canggih
Thomas menyatakan, Indonesia telah memiliki pabrik jamu sebanyak 1.420 buah di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 30 persen pabrik besar, 30 persen pabrik menengah, dan sisanya adalah pabrik kecil. Di antara pabrik-pabrik tersebut terdapat 30 pabrik yang telah memiliki sarana pabrik yang canggih dan sesuai dengan standar ASEAN.
Thomas berharap agar ke-30 pabrik tersebut sudah siap untuk memasuki pasar ASEAN dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dan harmonisasi ASEAN.
Sebagai badan pengawas obat di Indonesia, BPOM melakukan penguatan sistem pengawasan obat dan makanan, dengan cara meningkatan sumber daya manusia pengawas obat dan makanan.
Tak hanya itu, BPOM juga melakukan penguatan kemitraan pengawasan obat dan makanan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk, dan penguatan kapasitas-kapabilitas pengujian obat dan makanan.
Sumber : Sinar Harapan
“Ada banyak alasan yang melatarbelakangi pengembangan jamu dalam skala besar. Yang paling utama adalah masyarakat kini nyata menggunakan dan merasakan manfaat jamu,” ujar Tjandra Yoga Aditama, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), dalam keterangan yang diterima SH, Minggu (16/8).
Tjandra mengungkapkan, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 silam, sebanyak 56,9 persen masyarakat pernah meminum jamu dan merasakan manfaatnya. Hal tersebut karena masyarakat pada umumnya sudah mengakui keandalan jamu, khususnya dari berbagai pengalaman pemakaian diri mereka dan orang tua, serta melihat bukti empiris.
Data Riskesdas 2013 menunjukkan, sekitar 30,4 persen rumah tangga telah memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) dalam satu tahun terakhir.
Tjandra mengungkapkan, dalam upaya mendukung peningkatan potensi jamu, pemerintah telah mengeluarkan UU Kesehatan yaitu, UU No 36/2009 dan pasal 48 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) yang merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan. Selain itu, ada juga pasal 101 tentang sumber obat tradisional yang sudah terbukti khasiatnya dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, pemeliharaan kesehatan harus tetap dijaga kelestariannya.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki keuntungan besar dalam dunia flora karena memiliki kekayaan jenis flora. Terdapat 1400 spesies tanaman obat yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional.
Indonesia memiliki lahan penanaman yang luas sehingga bahan baku pembuatan obat tradisional dapat dipasok dengan baik. Hal tersebut diungkapkan oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengwasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Tengku Bahdar Johan Hamid, pada Workshop Peluang Usaha Obat Tradisional untuk UMKM, Jumat (14/8).
“Jumlah penduduk ASEAN hampir 600 juta orang. Perputaran produk obat tradisional di ASEAN cukup tinggi. Obat tradisional ini akan terus berkembang secara global seiring dengan adanya tren “Back To Nature Concept”,” ungkap Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP-Jamu), Thomas Hartono.
Pabrik yang canggih
Thomas menyatakan, Indonesia telah memiliki pabrik jamu sebanyak 1.420 buah di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 30 persen pabrik besar, 30 persen pabrik menengah, dan sisanya adalah pabrik kecil. Di antara pabrik-pabrik tersebut terdapat 30 pabrik yang telah memiliki sarana pabrik yang canggih dan sesuai dengan standar ASEAN.
Thomas berharap agar ke-30 pabrik tersebut sudah siap untuk memasuki pasar ASEAN dalam rangka menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 dan harmonisasi ASEAN.
Sebagai badan pengawas obat di Indonesia, BPOM melakukan penguatan sistem pengawasan obat dan makanan, dengan cara meningkatan sumber daya manusia pengawas obat dan makanan.
Tak hanya itu, BPOM juga melakukan penguatan kemitraan pengawasan obat dan makanan dengan pemangku kepentingan, serta meningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya saing produk, dan penguatan kapasitas-kapabilitas pengujian obat dan makanan.
Sumber : Sinar Harapan
Link : http://www.sinarharapan.co/news/read/150818029/potensi-besar-di-balik-jamu
Posting Komentar