Ilustrasi Film Salahuddin-Al-ayyubi. (Foto : http://www.fiqhmenjawab.net) |
Imad Analis. Pertarungan pemilihan presiden 2019 sudah mulai memanas di jagad maya. Banyak tokoh-tokoh dari ummat diminta merapat dan memilih salah satu kubu, mungkin sedikit dipaksa untuk memilih salah satu kubu, tapi tidak demikian dengan ustadz yang kesehariannya saya ikuti ini.
Ada banyak sekali tokoh ulama 212 yang di sinyalir bakal terus disorot oleh media, karena kebutuhan suara ummat muslim 2019 pada pemilihan presiden nanti. Dua tokoh yang saya soroti adalah Ustadz Yusuf Mansur dan Ustadz Abdul Somad. Dua tokoh ini menyatakan tidak mendukung salah satu kubu. Langkah yang sungguh berhati-hati, karena memang tidak ada untungnya dengan terang-terangan mendukung salah satu kubu. Lebih baik menyatakan dengan keduanya menjalin hubungan yang baik.
Tidak Cocok Menyatukan Politik Praktis dengan Islam
Islam sejatinya adalah sebuah tatanan kehidupan, didalamnya sudah tentu mengajarkan sistem beragama dan bernegara. Artinya, Islam mengajarkan Politik juga. Dalam negara, pemerintah menjamin kemaslahatan ummat. Semua aspek kehidupan ummat, meliputi jaminan kenyamanan, jaminan sosial, jaminan kesehatan, jaminan mencari pekerjaan atau nafkah, dan sebagainya. Itulah sistem Islam, sudah dicontohkan oleh Rasulullah dan khulafaurrasyidin, Bukan sistem HOAX tapi sistem berkeadilan bagi seluruh alam semesta, bukan seluruh manusia, tapi semesta alam. Itulah indahnya ISLAM, bukan sistem hidup yang dibangun sehari semalam, tapi sistem hidup yang diturunkan berupa wahyu yang dibukukan berupa Al Qur'an.
Lalu bagaimana dengan partai yang katanya berazaskan Islam? Ini yang menjadi beban fikiran saya. :D Kenapa banyak partai yang berazaskan Islam tapi tidak bisa menyatukan suara Islam. Ada apa? Saya yakin sekali ini bukan problem pada Islam nya, Islam itu hukumnya sudah jelas. Yang tidak jelas mungkin pelaku-pelakunya, yang menjabarkan ajaran ini semaunya.
Lalu kenapa Politik Praktis saat ini tidak cocok dengan ISLAM. Sangat disayangkan sekali jika, kita yang berpegang teguh dengan prinsip Islam, bisa dengan mudah diajak bergabung politik praktis yang pragmatis. Ingat bahwa politik itu walaupun satu gerbong tapi mereka saling mencurigai. Siang ini bisa saja gerbong A, nanti sore sudah ada di gerbong B. Begitulah politik praktis, politik mempertahankan kekuasaan selanggeng-langggenya dengan biaya yang tidak murah dan tidak mudah.
Saya setuju jika kedua tokoh ini adalah contoh yang sebaik-baiknya pada saat ini, memberikan contoh untuk tidak tergiring opini yang dimainkan dua kubu. Menjalin pertemanan dengan keduanya lebih baik. Tidak menentukan untuk memilih satu pasangan, tapi memberikan arahan kepada ummat bagaimana contoh pemimpin. Dalam Islam sudah disebutkan ciri-ciri pemimpin. Bagaimana kita memilih pemimpin, sudah dijelaskan oleh Rasulullah, SAW, beliaulah sebaik-baiknya suri tauladan kita.
Baca artikel :
- Darah Pemberontak
- Aku Ingin Menjadi Sang Penakluk
- Gelombang Ide dan Drama Etika
- Berbincang Dua Jam
- Numerologi Garis Hidup Imaduddin Badrawi
- Momen #7tahun Pernikahan